February 1, 2012

3 Minggu yang terasa mencekam (Trainning Militer)


On February 1, 2012


Teringat waktu pertama kali masuk ke sebuah dunia pekerjaan yang sesuai dengan jurusan gue. Ya telekomunikasi… karena di sekolah dulu, kebetulan gue masuk sekolah telekomunikasi yang ada di bilangan Jakarta barat. Dan kebetulan juga, gue bersepuluh dengan tampang yang masih pada unyu dan charming dengan satu almamater (Sembilan orang satu angkatan tapi berbeda jurusan dan seorang satu angkatan di atas gue) masuk ke sebuah perusahaan yang sama, dimana kita telah menjalani tes bersama sebanyak tiga kali, mulai dari interview yang isinya tanya jawab seputar bidang yang nantinya digeluti dengan pelajaran yang telah kita timba di sumur *bukan,, sekolah maksudnya*, tes psikotes yang mencoba menilai kemampuan otak kita yang kecil dan bolong-bolong dan tes kesehatan. Kita bersepuluh dinyatakan lulus dari beberapa kandidat yang “mungkin” banyak mencoba peruntungan itu dan harus menjalani trainning yang akan diberikan oleh perusahaan itu, yakni training kedisiplinan (militer) dan training akademis.


Pada hari minggu kita disuruh datang ke sebuah tempat di bilangan condet – Jakarta timur dan kayanya sih nama tempat itu “Rindam jaya”. Gue bertujuh yang satu jurusan waktu disekolah dulu, berangkat bersama dengan ketemuan di depan sekolah dengan di antar oleh bapaknya si tesen teman gue yang keturunan batak tapi terkadang otaknya menghilang sehingga gak nyambung kalo kita sedang membahas sesuatu, dan karena kita tidak tahunya tempat tersebut. Ternyata bapaknya pun ga tahu tempat itu, alhasil kita nyasar-nyasar ke dalem lubang semut sambil di kejar oleh waktu yang sangat mepet kaya bajaj yang selalu menyalip di sela-sela kendaraan lain pada jalan yang lancar. Karena bapaknya si tesen itu orang batak dan terlihat sekali “keras” namun baik hati seperti peri yang turun dari angkot, beliau mengendarai mobil tersebut dengan melaju yang lumayan pelan tanpa menggunakan rem dan gas pun terus di tancap seperti naik halilintar di dufan. Setelah kita sampai ke tempat itu, kita pun masih bingung untuk pintu masuknya disebelah mana, karena pintu utamanya itu bukan untuk umum dan khusus untuk para gelandangan yang datang dari tempat peperangan *sorry, para perwira TNI maksudnya*. Akhirnya kita menemukan pintu masuk tempat itu yang terletak ± 200 meter dari pintu utama tersebut. Tapi kita bertujuh kaget dengan teriakan bapaknya si tesen yang mengucapkan “jangan keluar dulu, nanti kita di tembak”, suara itu terdengar dengan gemuruh seperti perang yang berlangsung di afganistan, tapi pintu belakang mobil sudah terlanjur terbuka oleh si bagong dan ternyata ga ada peluru atau bom atom yang menghampiri kita. Datanglah seseorang yang berpakaian loreng-loreng  layaknya rumput yang berserakan untuk menghampiri kita dan dia bertanya “ada keperluan apa?”, dengan sigap dan sedikit takut, bapaknya tesen menjawab “anak-anak ini ingin mengikuti training yang diadakan dari perusahaan (sebutlah PT.IT)”, dan kita di persilahkan masuk lalu di giring layaknya sebuah bola ke sebuah ruangan aula. 
Sambil menunggu para komandan dan teman-teman datang, kita pun melihat ada dua orang yang berkepala botak plontos. seketika kita pun menertawakan mereka karena si somay nyeletuk “saolin darimana tuh?”. Dan seketika terhenyak hening ketika beberapa komandan datang dan member salam kepada kami dengan tubuh yang loyo *baca : tegap*. Lalu ada beberapa orang yang memberi kita satu persatu ember yang berisikan keperluan kita selama disana dan beberapa seragam lengkap beserta seperangkat alat shalat di bayar tunai. Salah satu komandan berkata “lepas pakaian preman..!!!”, kita semua bingung dan gue pun marah di dalem hati dan berkata “apa pula yang diucapkan orang ini, kita semua berpakaian sopan kok karena semuanya menggunakan kemeja dan rapih pula”, akhirnya kita tersadar apa yang di ucapkan komandan itu dengan apa yang dia maksud itu, ternyata selain pakaian seragam maka pakaian itu bernama “preman” *ohh,, gajebo lohhh,,*. Dan lebih kejam lagi, dia menyuruh kita untuk mengganti pakaian di ruangan itu *” apa nih, kenapa kita disuruh ganti di ruangan ini, emangnya ga ada kamar ganti?” (dalem hati gue). Dengan terpaksa kita pun menggantinya di ruangan itu dengan muka lemes kaya mau dipermainkan oleh para muka lalat.  Kita seperti anak yang baru bisa belajar untuk memakai pakaian karena mereka mengajarkan bagaimana cara yang benar memakainya, terlebih pakaian itu ternyata pakaian yang sering dipakai olah para hansip yang setiap malam menjaga komplek atau menjaga ketertiban di sebuah acara pernikahan. Selesai semuanya itu kita yang datang dengan potongan kepala  botak karena memang di sekolah dulu rambut tidak boleh lebih dari 2cm, di suruh cukur kembali karena kata mereka rambut kita itu panjang, *oh nooo,, maksudnya apa juga nih, kita udah pada botak kok malah disuruh cukur lagi*. datanglah seorang bapak-bapak tua yang memakai tongkat kera sakti yang biasa mencukur di tempat tersebut untuk mengkanibalkan mahkota kita itu terkecuali 2 orang yang sebelumnya kita tertawakan *ternyata karma itu memang ada*. Baru pertama kalinya gue merasakan hidup tanpa se-ekor rambutpun yang muncul untuk menggoda para kaum hawa dan akhirnya selesai juga semua temen-temen gue di plontos tanpa belas kasihan. Setelah itu ajang pencarian ketua tim pun datang, satu persatu kita disuruh berjalan seperti layaknya robot dari pedalaman Jakarta. Pertama yang di suruh itu si radi dan karena badannya yang tinggi tapi cungkring serta jalannya yang gak layak kaya robot pun gagal. satu persatu terus bergulir sampai pada akhirnya si cahyo yang maju. ketika dia mulai melaju jalannya itu, kita semua ga bisa menahan ketawa karena sebenernya dia itu bener-bener mirip seperti robot yang dicari itu, namun terlebih kaya robot maka dia pun gagal. Hampir putus asa dan kita menoleh ke si said, karena dulu di sekolah dia salah satu anggota paskibra. Komandan pun langsung memanggil “said” dan saidpun menjawab “ya,, OM”, seketika kita semua ketawa bugil sambil lari-lari di jalan raya. Komandan yang terlihat menahan ketawa tapi tetap sok cool menegur dia dengan suara yang keras “kapan saya kawin sama tante mu?, disini tidak ada yang boleh memanggil om, pak, apalagi kek. Kalian harus memanggil dengan sebutan komandan atau ‘dan’ saja”, lalu apa yang terjadi? Ternyata baru satu langkah, komandan pun menyuruhnya berhenti dan berkata “jalan apa itu, masa loyo kaya gitu”. karena si said merupakan orang yang cukup berkepala batu dia pun berkata “itu yang diajarkan dulu oleh para Pembina paskibra om,, eh,, ‘dan’ ”, kita pun hanya ketawa-tawa saja dan akhirnya pun ketua di nobatkan kepada muji (salah satu 2 orang yang tadi kita tertawakan karena mirip saolin) karena kata komandannya dia lumayan dari pada yang lain (gue berpikir mungkin karena perawakan dia yang serem :p). waktu pun menjelang magrib dan kita di suruh ke barak (sebutan tempat dimana kita akan tinggal dan istirahat nantinya), gue merasa lega karena bisa beristirahat sampai besok pagi. Dan ternyata kita hanya dikasih waktu 15 menit untuk melaksanakan mandi dan sembahyang (hahhh,,, dirumah aja gue di suruh istirahat sama bonyok. Ini ga tau apa lagi yang akan dilakukan nantinya). Setelah itu kita di suruh makan malam dan ternyata banyak banget aturan yang harus kita jalani selama berada disana nantinya. Seperti sebelum masuk ruangan makan kita harus mengetuk pintu terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan berkata “MASUK..!!!” dan itu pun ga boleh langsung masuk sebelum komandan mempersilahkannya. Ketika makan datang pun kita harus menunggu semuanya mendapatkan jatah makanan yang rasanya kaya makanan kucing kampung, dilanjutkan dengan membaca doa bersama di dalem hati. Ketika makanpun kita harus tegap dan ga boleh bersandar pada bangku dan ga boleh bersuara walaupun dentingan sendok ke piring atau pun gigi yang kaya drakula ini, serta makanpun ga boleh tersisa sedikit pun dan hanya diberi waktu selama 10 menit. Di dalam acara makan itu pun, merupakan ajang untuk mengisi air minum yang akan kita taro ke dalem tempat minum yang nantinya akan kita bawa kemanapun kita pergi yang bergantung di sabuk pinggang. Setelah makan malam selesai dan sepertinya belum berproses di dalem perut ini, kita di suruh lari mengitari lapangan sepak bola sebanyak 2 kali dengan berbaris rapih. Selesai lari pun kita disuruh kumpul di sebuah lapangan bulu tangkis dan setelah itu mendengarkan aturan apa aja yang harus dilakukan selama disana dan dilanjutkan dengan lari yang tiada henti. Sampai akhirnya jam 10 malam kita di suruh  istirahat di barak, tetapi harus ada 2 orang yang jaga dan ga boleh tidur, (gue berpikir buat apa sih, gila aja kalo ada maling yang berani masuk sini, mau mati dengan sia-sia?). akhirnya kita yang beranggotakan 15 orang, bagi-bagi jatah jaga selama 1 jam sekali, dan karena ganjil, maka ada salah satu tim jaga yang bertiga. Dari jam 10 malem sampai 5 pagi, pas dengan tujuh tim yang ada. Jam 5 itu, kita harus udah siap memakain pakaian olah raga dan berolah raga sampai jam ½ 6 pagi, setelah itu mandi dan mengganti pakaian hansip untuk bergegas ke lapangan untuk memungut para sampah yang tergeletak di beberapa penjuru lingkungan dan disana menyebutnya “Korvey”, sampai jam 6 pagi yang dilanjutkan dengan sarapan 10 menit dan dilanjutkan “korvey” lagi sampai jam 7 yang akan berlangsungnya apel pagi (seperti upacara rutin yang setiap hari harus dilakukan). Apel pagi berlangsung selama ½ jam dan dilanjutkan dengan aktifitas yang bener-bener menguras tenaga sampai pada malam hari.

Hari pertama itu kita dikumpulkan di ruangan aula karena ada acara penyambutan dari kepala perusahaan kita dan kepala dari tempat training yang ngerasa seperti tempat penindasan orang-orang yang ga berdosa dan berwajah unyu seperti gue ini. Karena gue dan salah satu temen gue merasa ga enak badan, maka kita berdua meminta ijin untuk istirahat (alih-alih supaya ga ikutan acara itu dan berpikir rendah supaya hari ini bebas dari bahaya yang udah dibuat oleh para komandan itu), kita berdua (gue dan dafi) di giring ke sebuah tempat peristirahatan yang disana terdapat obat dan alat medis seperti apotik dan kita langsung di bawa ke barak. Setelah di barak gue merasa lega (yesss,,, akhirnya bisa berleyeh-leyeh sama kasur yang baunya apek dan ga layak untuk ditiduri tapi gue harus membiasakan dengan terpaksa untuk bercinta dengan kasur itu). Satu jam sudah terlewati di dalam mimpi dan tiba-tiba komandan itu membangunkan gue dari mimpi dan berkata “sudah sembuh belum?” (gila,,, kalo lagi sakit di rumah aja gue bisa minta ijin dari sekolah selama 2 hari, ini baru sejam tapi udah di suruh sembuh. Sakti kali nih orang). Dengan terpaksa, gue dan dafi kembali gabung bersama lainnya dan ternyata kita ber 15 di suruh lari mengelilingi rute yang udah di buat, bersama-sama para ABRI yang sedang menjalankan pendidikan, kita pun mengikuti acara itu. Kita di suruh mengelilingi rute yang bener-bener gila, mulai melewati komplek sampai sungai yang berada di sekitar daerah tersebut dengan memakain peralatan lengkap dan berat seperti helm baja yang bisa ngebuat anjing mati karena di lempar helm itu dan sepatu ABRI yang kalo di lindes sama truk, pasti ancur. Setelah melewati rute itu, akhirnya kita sampai pada lapangan tempat dimana kita biasa menjalankan aktifitas. Di tengah lapang yang cuacanya bener-bener terik, kita makan siang dengan disajikan makanan yang mereka menyebutnya “bubur rindam” (makanan yang ga jelas asal-usulnya di tambah semangka yang harus di campur ke dalam makanan itu dan kulit semangkanya harus di taruh di atas kepala. Sambil kita makan makanan itu, semangka pun ga boleh jatuh ke bawah karena mereka menganggap kalo makan haruslah terus tegap). Ga sampai disitu sajiannya, masing-masing helm baja kita harus di taruh di sebuah tempat dan ketika kita sedang makan, terdengarlah peluit yang melengking dan kita harus berlari ke tempat dimana helm baja tersebut ditaruh dan balik ke tempat makan dengan merayap (sinting kali nih komandan, masa kita makan diselingi dengan gerakan lari dan merayap), alhasil beberapa dari kita pun ada yang muntah dan untungnya komandan itu ga tega untuk menyuruh muntahan makanan itu masuk kembali kedalam mulut terus ke dalam perut.


2 minggu pun sudah terlewati dengan aktifitas rutin yang ada, mulai dari olahraga lari, karate, sampai belajar akademis. Dan sisa waktu masih satu minggu, ternyata 1 minggu itu akan di lakukan di gunung salak. Gue merasa lega karena akhirnya keluar juga dari kandang singa ini dan berharap akan merasa lebih menyenangkan di gunung itu. Ternyata ga sesuai dengan harapan gue, dari pertama berangkat yang menggunakan truk TNI yang kita didalemnya berasa seperti tahanan PSK yang akan di giring ke sel tahanan, kita pun melakukan sesuatu yang udah di rencanakan oleh para komandan itu. Mulai dari manjat tower dengan ketinggian yang bisa membuat jantung berdetak normal, sampai berjalan beribu kilometer menelusuri jalan yang berliku serta menanjak. Jadi inget waktu kejadian yang dulu aklo dirasa itu amat kesel tapi bener-bener hal yang lucu, ketika salah satu temen gue yang namanya bagong itu datang dengan diantar tukang ojek sambil melambai-lambaikan tangannya bak Ms World ke arah kita yang sedang bercanda gurau dengan para komandan.  Seketika kepala komandanpun berkata “darimana kamu?” dengan tampang ga tampan maupun ganteng bagong pun menjawab “dari bawah ‘dan’, abis ke wartel. Udah lama saya ga menghubungi keluarga saya”. Kita pun tertawa dan seperti biasa, hal itu ga akan berlangsung lama dan seketika kitapun terhenyak dengan raut wajah kepala komandan itu, yang langsung memarahi komandan dibawahnya itu. Alhasil kitapun kena imbasnya karena TNI itu menganut paham “jiwa korsa”, dimana kalau ada salah satu yang salah, maka semuanya pun akan terkena hukumannya. Pada malam hari yang dinginnya bisa membuat hati yang galau ini beku, kita semua todak boleh mengenakan baju disuruh baris lalu dilanjutkan dengan tangan kebelakang (seperti istirahat ala paskibra) dan kepala pun harus menyentuh tanah (gue jadi teringat gaya jet lee pada sebuah pilem yang lagi di omelin sama ibunya), gaya itu berlangsung selama ½ jam dan dilanjutkan dengan nasehat komandan sampai larut malam. Tapi ternyata komandan itu memiliki rasa yang adil, maka bagong sang tersangka pun di suruh nyebur empang tempat pembuangan terakhir para kotoran hewan dan mengucapkan “saya tidak akan mengulangi lagi”. Dan terakhir dari penindasan itu berujung pada acara malam yang di suruh berjalan sendiri mengikuti rute yang udah ada, melewati pos-pos yang sudah disiapkan. acara itu begitu mencekam karena di gunung telihat sangat gelap dan udarapun bener-bener dingin yang menggalau.


Akhirnya kita semua melewati itu semua dan kalau di ingat-ingat lagi, terasa seperti kenangan yang gak akan pernah dilupakan. Pelajaran yang bisa dipetik dari training militer itu adalah bagaimana kita harus memiliki jiwa yang kuat dengan didasari kedisiplinan yang sudah diajarkan para komandan itu, hidup dengan lingkungan bersih dan bagaimana kita bisa mencintai alam yang sebenernya mereka akan melindungi kita jika kita benar-benar merawat mereka serta bagaimana kita bisa hidup bersosial karena di dunia ini kita gak akan bisa hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Berbuat baiklah jika ingin merasakan kebaikan orang lain dan sayangilah sekeliling lw itu seperti lw mencintai diri lw sendiri karena apa yang akan lw tanam itu, maka itulah yang akan lw tuai nantinya. *benerin dasi*

No comments:

Post a Comment